Kamis, 30 Agustus 2018

Ajari Anak Berani Berkata “Tidak”!

Ajari Anak Berani Berkata “Tidak”!
Oleh: Laela Siddiqah *)


Memiliki anak yang patuh merupakan dambaan setiap orang tua. Patuh pada aturan yang ditetapkan orang tua, patuh pada aturan di sekolah, dan patuh pada setiap aturan di lingkungan masyarakat. Terutama sekali adalah patuh pada peraturan hidup dari Tuhan Yang Maha Esa. Saya yakin, agama apapun mengajarkan hal baik, yang apabila dipatuhi akan memberikan kebaikan dalam kehidupan.

Kepatuhan anak semestinya muncul didasarkan pada kesadaran yang terbentuk pada diri anak. Kesadaran akan pentingnya suatu peraturan, mengapa perlu diikuti dan dijalankan. Anak pun memiliki alasan yang kuat dan melakukan hal-hal yang diharapkan dengan penuh tanggung jawab. Bukan kepatuhan karena perasaan takut dan sekedar ingin menghindari dari suatu hukuman.

Bercermin dari serangkaian kasus yang saya tangani, yaitu pelecehan seksual pada anak, ada sisi yang perlu menjadi evaluasi bagi kita sebagai orang tua. Berharap dari kasus yang ada, terdapat pembelajaran yang berarti dan selanjutnya dapat mencegah kejadian serupa di kemudian hari, dimanapun juga.

Berdasar pemeriksaan dan konseling dengan para korban, sebagian besar anak-anak yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan secara seksual ini tidak memiliki kemampuan untuk mencegah dan menolak perbuatan pelaku. Anak-anak yang menjadi korban seakan-akan tidak memiliki kekuatan untuk menghindar dan melakukan perlawanan. Mereka cenderung “menuruti” apa yang diinginkan pelaku. Meskipun sebenarnya mereka tahu hal itu tidak baik dan tidak menyukainya. Bahkan ada anak yang menjadi korban berulang kali selama kurun waktu yang lama, dan tidak pernah mengatakan kepada orang tuanya sampai akhirnya kasusnya terungkap.

Anak-anak yang menjadi korban adalah anak-anak yang baik. Berasal dari keluarga yang baik. Rata-rata, mereka adalah anak-anak yang patuh pada orang tua. Patuh dalam hal ini adalah jarang melawan dan cenderung mengikuti apa yang diperintahkan orang tua. Sebagian besar orang tua para korban pun menyatakan bahwa semestinya anak-anak mereka bisa menolak dan menghindar dari tindakan si pelaku. Seharusnya anak-anak bisa mengatakan “tidak” atas perbuatan si pelaku. Para orang tua menghendaki anaknya dapat melawan. Namun, nyatakan tidak demikian. Apa yang salah pada mereka??

Sebagai orang tua, kita pasti ingin anak-anak dapat melindungi dirinya dari perbuatan orang lain yang dapat menyakiti diri mereka. Terlebih saat ini lingkungan di sekitar kita begitu rentan, dan mulai bermunculan predator anak. Orang tua ingin anak mereka berani menolak dengan berkata “tidak”, menghindar, bahkan mungkin sampai melakukan perlawanan jika diperlukan. Pertanyaannya, benarkah orang tua sudah benar-benar mengajarkan kepada anak untuk berani berkata “tidak”? Jangan-jangan, tanpa disadari, orang tua telah melemahkan sisi “berani” anak atas dasar ingin memiliki anak yang patuh??

Keberanian merupakan salah satu karakter yang tumbuh dari hasil proses belajar. Keberanian muncul dari dalam diri seseorang yang memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang kuat. Ayah, Bunda, coba diingat-ingat. Saat anak masih kecil, bagaimana sikap kita saat anak menolak permintaan orang tua? Apa yang kita lakukan saat anak menyampaikan keberatannya? Apa yang dikatakan saat anak berani mengatakan tidak suka?

Apakah kita menyediakan telinga untuk mendengarkan alasan mereka? Apakah kita menghargai sikap mereka? Atau tidak peduli akan perasaan dan pikiran anak kita? Kita hanya ingin anak menurut dan patuh. Bahkan ancaman pun menjadi andalan agar anak mengikuti kehendak kita sebagai orang tua. Dalam hal-hal yang tidak prinsip-pun kita cenderung ingin anak menuruti selera orang tua.

Jika demikian, bagaimana anak dapat menjadi dirinya sendiri dan punya kepercayaan diri? Darimana anak dapat menguatkan sisi keberanian mereka? Mungkin saja anak dapat menghafal apa yang perlu dilakukan jika ada yang mengganggu dan mengancamnya. Tetapi keberanian untuk bertindak tidak cukup hanya dari pengetahuan saja. Kekuatan dari dalam dirinya jauh dibutuhkan untuk dapat mempertahankan diri dan melakukan perlawanan yang diperlukan.

Jadi, keberanian anak bukan buah dari proses yang sesaat, apalagi dari hasil menasehati anak dalam semalam. Bibit baik keberanian sebenarnya sudah ada pada diri setiap anak. Seiring bertambahnya usia, anak belajar dari bagaimana lingkungan memperlakukannya. Apakah sisi berani anak diakomodasi dan diarahkan dengan benar oleh orang tua? Atau malah secara perlahan dilemahkan dan pada akhirnya tidak berfungsi secara optimal?!

Mari kita berkaca dan mengevaluasi bersama. Tumbuhkan kepatuhan anak secara tepat dan sehat. Kepatuhan hadir karena adanya pemahaman dan kesadaran, sekaligus dapat menguatkan keberanian dan kepercayaan diri anak. Bukan kepatuhan yang mengerdilkan dan melemahkan jiwa anak.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita. Dimampukan menjadi orang tua yang menguatkan dan mengembangkan fitrah baik anak. Menjadi insan yang bertakwa dan berakhlak mulia. Aamiin.


-----------------------------------------
*) Penulis adalah konselor P2TP2A di Kota Bontang yang menangani kasus-kasus kekerasan pada anak dan perempuan.

Minggu, 26 Agustus 2018

Membacakan Cerita Pada Anak: Aktivitas Sederhana, Kaya Manfaat.

Membacakan Cerita Pada Anak: Aktivitas Sederhana, Kaya Manfaat.
Oleh: Laela Siddiqah

 
Setiap orang tua pasti ingin anaknya lancar membaca. Namun apakah anak perlu diajarkan membaca sejak bayi? Hehee... tentu tidak Bunda. Kita harus memberikan stimulasi sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak. Jangan sampai memberikan tuntutan yang terlampau tinggi dan belum saatnya, yang justru dapat mengganggu proses tumbuh-kembang anak secara optimal.

Namun, kita bisa lho menciptakan situasi yang dapat membuat anak akrab dengan kegiatan membaca. Menumbuhkan rasa cinta dan senang dengan aktivitas membaca. Sejak kapan itu? Yaa… sejak dini. Lhooo, katanya tidak boleh ngajarin membaca???!!
Eeeh… diperhatikan lagi Bunda. Saya tidak mengatakan mengajari membaca dalam arti anak akan bisa membaca sejak dini. Tetapi, saya menyampaikan bagaimana menumbuhkan kesukaan anak pada aktivitas ini. Sehingga ke depan, harapannya menjadi lebih mudah bagi anak saat tiba waktunya belajar membaca.

Bagaimana caranya? Yuk kita simak bersama.

Kemampuan membaca merupakan keahlian yang diperoleh secara bertahap. Mengikuti tahapan perkembangan anak, kemampuan tersebut dapat mulai diasah sedini mungkin. Namun, pada tahap awal, yang perlu dilakukan adalah menjadikan aktivitas membaca sebagai hal yang asyik dan menyenangkan. Menciptakan penilaian yang baik dan positif pada kegiatan membaca. Yaitu melalui aktivitas membacakan cerita pada anak.

Membacakan cerita pada anak berarti kita membaca nyaring apa yang kita baca. Berbeda dengan mendongeng, yang bisa dilakukan tanpa menggunakan media bacaan. Menurut Roosie Setiawan, membacakan cerita dengan suara nyaring (read aloud) memiliki sejumlah manfaat, yaitu:
1.      Menstimulasi otak anak.
Sel-sel otak terangsang dari serangkaian stimulus yang diterima anak, yaitu adanya buku, gambar, tulisan, suara sertaekspresi wajah ibu atau ayah, dan sebagainya.
2.      Melatih pendengaran anak.
Indra pendengaran anak terstimulasi dengan mendengarkan suara ibu atau ayah yang membacakan cerita dengan nada, intonasi, dan intensitas suara yang berbeda-beda.
3.      Merangsang imajinasi anak.
Daya imajinasi anak berkembang melalui buku yang kita perlihatkan, terutama yang banyak menampilkan gambar penuh warna.
4.      Melatih rentang perhatian dan kemampuan mengingat.
Mengajak anak melihat buku sekaligus mendengarkan cerita dapat melatih kemampuan anak memberikan perhatian pada suatu aktivitas. Selain itu, daya ingat anak pun turut terasah.
5.      Mengenalkan konsep buku dan belajar pada anak.
Sejak dini anak menjadi tahu bahwa buku adalah benda yang dapat memberi informasi tentang sesuatu.
6.      Menambah kosakata baru dan pengertian kata.
Sudah jelas dengan mendengarkan cerita yang dibacakan, anak semakin kaya kata-kata.
7.      Mengenalkan ilustrasi dan gambar.
Melalui buku yang diperlihatkan kepada anak, anak dapat mengenal gambar dari benda-benda di sekitarnya.
8.      Mendekatkan orang tua dengan anak.
Setiap anak senang dan nyaman berada di dekat orangtuanya. Anak pun akan mengasosiasikan aktivitas membaca sebagai hal yang membuatnya nyaman.
9.      Menghadirkan teladan membaca bagi anak.
Orang tua yang senang membacakan buku cerita, akan menjadi sosok panutan anak untuk senang membaca.

Nah, aktivitas membacakan cerita pada anak ternyata banyak ya faedahnya. Selain dapat membuat anak senang dengan aktivitas membaca, keuntungan positif lain juga kita dapatkan. Tak perlu lama, luangkan waktu 10 menit setiap hari untuk membacakan buku untuk anak. Pilihlah buku yang sesuai dengan usia anak. Tetapi itu bukan keharusan. Buku apapun, bahkan majalah, buletin, atau koran pun tetap dapat dijadikan media. Pastikan yang ramah untuk anak.  Anak senang, Bunda pun bahagia.

Bontang, 24 Agustus 2018

Jumat, 24 Agustus 2018

Mengasah Rasa Peduli dan Kepekaan Anak


Mengasah Rasa Peduli dan Kepekaan Anak
Oleh: Laela Siddiqah


Kondisi badan kurang fit dan adanya pikiran yang membuat perasaan super melow sungguh membutuhkan energi yang besar untuk tetap bermuka manis. Senyum terasa berat, badan terasa lunglai, air mata mendesak minta ditumpahkan. Pernah berada dalam situasi seperti itu bunda?!

Satu waktu saya mengalami. Masuk waktu maghrib, seusai ambil air wudlu, saya bersiap sholat berjamaah. Sambil menunggu suami, saya berdzkir. Tak terasa, air mata mengalir. Perlahan saya tutup muka dengan mukena, supaya tak terlihat oleh anak-anak. Apa daya, ternyata si bungsu sudah memperhatikan. Dengan sikap hati-hati, ia mendekati saya. Memegang pundak saya, seakan ingin mengatakan sesuatu, namun diurungkan. Kemudian ia beranjak dan masuk ke dalam kamar.

Tak berapa lama ia kembali dan berkata, “Umi, ayo masuk ke kamar”.
“Kenapa?”, saya hanya membalas dengan nada yang datar.
“Aku rapikan kamarnya”, ungkapnya dengan wajah sumringah namun tetap ada raut kehati-hatian. Ia berusaha menghibur saya.
“Ohhh… makasih ya Dik,” kubelai kepalanya, kuberi ia senyuman.Tak terlalu gembira karena rasa sesak dalam dada masih cukup kuat. Pikiran saya sedang tersita oleh sebuah situasi yang tak terduga. Sesaat aku merasa mengabaikannya. Anakku yang tengah berusaha menarik perhatianku. Namun ia cukup terima dengan sikapku dan ada kesan ia mengkhawatirkanku.  

Air mata pun tak terbendung. Mengalir deras. Kuusap dengan mukena. Si kecil tetiba ada di depanku dan membawa tissue. Diusapnya airmata di pipiku. Tanpa mengatakan apapun, ia memelukku. Saya pun menyambut pelukannya dengan erat. Dan kubisikkan kepadanya, “Terimakasih ya Nak…”. Kesedihan yang kurasakan berbalut kebahagiaan atas sikap manis dan empatinya. Lelaki kecilku.

Untuk mengalihkan pikiran, saya bertanya kepadanya, “Siapa yang punya ide rapikan kamar?”
“Aku”, jawabnya singkat.
“Kenapa Adik mau rapikan kamar?”, tanyaku penasaran. Karena biasanya ia masih perlu disuruh untuk merapikan kamar dan mainannya yang berserak di setiap sudut ruang.
“Soalnya biar Ummi senang dan bahagia.  Nggak capek-capek”, tuturnya. Seketika hati ini serasa disiram air sejuk dari surga. Menyegarkan daun-daun kehidupan yang tertunduk lesu. Mengembangkan kembali bunga-bunga yang sempat layu. Menegakkan kembali tangkai-tangkai jiwa agar kokoh menopang raga.

Dalam situasi itu, saya merasa sangat bersyukur. Pembelajaran yang selama ini diajarkan mulai menjadi aksi nyata dalam kehidupannya. Mulai dari lingkar kehidupan terdekatnya, yaitu keluarga. Melalui tindakan-tindakan kecil yang sederhana. Mengasah kepekaan dan menunjukkan kepedulian, sehingga empati pun berkembang. Harapannya fitrah kasih sayang dalam dirinya tetap terjaga dan terus berkembang. Tidak hanya untuk orang-orang terdekatnya, tapi kelak juga bagi masyarakat luas, bahkan bangsa dan negara. Aamiin.

Bagaimana mengasah kepekaan dan kepedulian anak? Tentu saja diawali dengan keteladanan. Perlu dipahami bahwa setiap anak lahir dengan potensi baiknya, salah satunya kasih sayang. Orangtua bertugas memberi contoh sikap-sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa sayang dalam kehidupan sehari-hari. Memeluk, mencium, membelai, adalah beberapa ekspresi rasa sayang. Termasuk kita pahami perasaan anak. Dapat juga memberikan pertolongan saat anak mengalami kesulitan. Tentu disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan sampai justru kita mengambil alih tugas dan tanggung jawabnya sendiri.

Selanjutnya, tugas kita adalah mengingatkan. Namanya anak kan masih belajar. Dalam berbagai kesempatan, kita perlu memberikan pemahaman. Apa yang baik dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Melalui kejadian sehari-hari, kita dapat mengajak anak untuk terus melakukan sesuatu dengan cara yang baik dan benar. Misalnya perlunya menolong dan berbagi dengan orang lain. Bisa juga kita mengingatkan anak secara tidak langsung. Mengambil hikmah dari peristiwa nyata atau melalui buku cerita. Tentu saja, cara kita mengingatkan anak perlu diperhatikan, yaitu dengan kata-kata yang baik dan mudah dipahami.

Tugas berikutnya adalah memperbaiki. Saat anak melakukan sesuatu dengan cara yang salah, maka kita perlu membetulkannya. Perlu diketahui bahwa setiap perilaku anak pasti memiliki maksud yang baik, namun cara dia bertindak belum tepat. Jadi yang perlu dikoreksi adalah “caranya”. Hindari menghakimi anak dengan label negatif. Misalnya anak mentertawakan temannya yang jatuh. Jangan serta merta mengatakan anak kita nakal dan tidak sopan. Tanyakan alasan mengapa ia tertawa. Mungkin memang ada yang lucu baginya. Akomodasi pikiran dan perasaannya. Setelah itu, ajak anak melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bagaimana jika ia menjadi temannya. Arahkan anak untuk memikirkan apa yang dapat dilakukan untuk membantu temannya merasa lebih nyaman. Seperti halnya apa yang ia harapkan dari orang lain jika mengalami hal yang sama.

Nah, sekiranya kita perlu mengupayakan ketiga hal tersebut dalam keseharian kita bersama anak-anak. Karena membangun karakter baik yang kuat membutuhkan latihan yang tak sesaat. Berbekal kasih sayang dan kesabaran, juga kesesuaian dan konsistensi dalam bertindak, insyaAllah hasil yang baik dapat dicapai. Melatih dan mendidik anak sejatinya juga melatih dan mendidik diri sendiri.

Bontang, 24 Agustus 2018

Opening Ceremony Asian Games 2018

Mengapa sih susah menghargai?

Semalam saya menyaksikan opening ceremony perhelatan akbar Asian Games 2018. Meskipun hanya lewat layar kaca, kehebohan yang terjadi disana ikut saya rasakan. Euforia kegembiraan dan semangat yang membara sungguh menggelora .

Rangkaian acaranya dikemas dengan sangat apik dan luar biasa. Saya benar-benar takjub. Karya seni dan entertainment yang indah. Tentunya semua itu membutuhkan persiapan yang tidak sesaat. Melibatkan banyak professional untuk menciptakan persembahan spektakuler untuk bangsa. Saluuuuut untuk mereka semua. Semoga setiap keringat yang menetes menjadi amal kebaikan bagi semua orang yang terlibat. Aamiin.

Terbayang bagaimana kerja panitianya. Setiap bagian yang ada saling bersinergi dan bekerja sama. Bersatu padu melakukan tugas yang sudah ditetapkan. Mengeksekusi setiap aksi tepat pada waktunya. Satu sama lain saling percaya. Satu sama lain saling memberikan dukungan. Karena ada satu rasa yang sama dalam hati mereka. Memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara. Rasa cinta pada tanah airnya. Indonesia.

Tak terkecuali, bagaimana bapak Presiden bersedia “repot” untuk melakukan akting agar segalanya berjalan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Memberikan kejutan asyik yang menghibur bagi semua tamu yang datang. Apa iya dalam hal ini pak presiden layak disebut “ngibul”? Hadeuh, nalar saya kok nggak nyampe untuk hal ini. Mungkin yang komentar demikian nggak pernah nonton pertunjukkan. Kalau liat film atau sinetron, bisa-bisa meyakini yang terjadi disana sungguh dialami si aktor/aktrisnya. Aaaah… sudahlah, saya tidak ingin memperpanjang mengomentari orang-orang yang demikian. Terlalu berharga energi saya untuk itu. Semoga mata, hati, dan pikiran mereka terbuka untuk dapat melihat dan menikmati persembahan dan karya putra-putri bangsa. Tanpa nyinyiran. Tanpa kebencian. Saya doakan, semoga semuanya senantiasa sehat lahir dan batin.

Bagi saya, upacara pembukaan Asian Games sungguh mempesona. Menyebarkan aura optimisme, patriotisme. Cukuplah itu yang turut kita gaungkan. Menyuntikkan energi positif bagi para pejuang yang akan berlaga. Mendoakan mereka untuk dapat mengerahkan segala kemampuan, meraih prestasi terbaiknya. Menyematkan dalam hati mereka bahwa INDONESIA JUARA.

Tak perlu sibuk mencari-cari kelemahan. Toh diri sendiri belumlah sempurna. Apalagi memberikan kontribusi yang membuat bangsa menjadi bangga. Malu sama Joni.

Jika tak mampu berkata baik, lebih baik diam.
Jika tak bisa memilih yang positif, jangan membagikan postingan apa pun juga.
Jika tak bisa menuliskan hal baik, tahan jarimu untuk mengetikkan kata. Kasihan jarimu yang kelak akan ditanya, diminta pertanggungjawaban Sang Pencipta.
Jika tak bisa melihat satu kebaikan, lebih baik ke laut aja.

Saya tuliskan ini sebagai bentuk kesedihan dan keprihatinan. Masyarakat sangat mudah dipecah belah karena keberpihakan. Saling posting dan memberi komentar tanpa etika #maklum….tahun politik.
Aaaah… memangnya kenapa? Bukannya meskipun sedang tahun politik bisa diusahakan untuk tetap menjaga persatuan bangsa??!
Apalagi saat ini. Mbokya lihaaaat…. Ini lhooooo…Indonesia sedang jadi tuan rumah kompetisi olahraga se-Asia. Stop dulu kenapa ributnya?? #emange lu siapa nyuruh-nyuruh mereka … wkwkwkwkwk

Ayolah, ciptakan suasana kondusif untuk dapat memberikan kenyamanan bagi para tamu Negara. Berikan dukungan yang baik, positif, dan sportif untuk para atlet yang berjuang membawa nama Negara. Doakan mereka. Tak terkecuali doakan seluruh panitia penyelenggara dan semua pihak yang terlibat di dalamnya, agar dapat menjalankan tugas dan amanah dengan sebaik-baiknya. Semoga senantiasa terjaga kesehatannya.

Apalah saya yang tak terlibat langsung dalam penyelenggaraan Asian Games. Namun saya bagian dari bangsa Indonesia, dan saya turut bangga. Saya dapat mendoakan dan turut menyaksikan aksi-aksi heroik anak-anak bangsa. # jika ditayangkan di layar kaca :D

Terimakasih untuk semua yang telah berkontribusi, bekerja, berkarya dalam gelaran pembukaan Asian Games 2018 semalam. Kalian semuaaaaaaaaaaaaaaaaaa….. luaaaaaar biasaaaaaaa!!!

Bontang, 19 Agustus 2018
Ditulis dan diposting di facebook pribadi:  https://web.facebook.com/laela.siddiqah

#AsianGames2018
#respect

Sebuah Ikhtiar



Dari alam mimpi kuseret tubuhku untuk beranjak berdiri. Sayup-sayup suara adzan subuh menggugah jiwa untuk segera bangkit. Namun mata sungguh tak mudah untuk berkompromi. Oooh… ada saja bagian tubuh ini yang masih berusaha menyabotase diri.  Masih dengan mata terpejam, kuhirup udara dalam-dalam. Kuhembuskan residu pernafasan sekuat-kuatnya. Kembali kutarik nafas lebih panjang, dan kusebarkan oksigen yang gratis dari Tuhan ke seluruh bagian. Perlahan… aku rasakan bagian demi bagian tubuhku, dan mataku mulai rela untuk mengangkat pelupuknya.

Alangkah indahnya saat kumulai pagi dengan senyuman penuh harapan. Kusapa semua titipan Tuhan yang tersusun sesuai aturan. Dari ujung kepala hingga ujung jari-jari kakiku. Mengucapkan salam agar turut bersemangat memenuhi setiap peran dan kewajiban. Dan mereka pun dengan sukarela menyatu untuk memberiku dukungan. Jika demikian, langkahku pun semakin ringan.

Mentari telah mengintip di ujung timur bersiap pancarkan sinarnya. Ayam-ayam yang berkokok pun mulai sibuk mencari makan. Kendaraan mulai terdengar berlalu-lalang di jalan. Pertanda kesibukan manusia mulai dijalankan. Meskipun dalam ketenangan malam pun masih banyak orang yang mengerahkan tenaga untuk dapat menghidupi keluarga. Mereka bekerja dalam kesunyian. Mau tak mau mereka pun harus menerima kenyataan.

Akupun bersiap untuk menjalani hariku. Perasaan jenuh dan bosan kadang menyelinap di hatiku. Mengapa itu-itu saja yang kulakukan? Rutinitas harian yang aduhai menjemukan. Namun seketika bagian diriku yang lain akan melayangkan pukulan. Plaaak!!!! Masih mau bilang bosan?! Kayak nggak tahu tujuan hidup saja. Tuuuh…. Banyak amanah yang harus dijalankan. Bersyukur masih diberi nafas untuk hidup. Kalau udah bosan, sudah siapkah dipanggil Tuhan?! Wuiih… galak betul kamu. Masak ngeluh dikit aja nggak boleh.  Kalau sudah ditampar demikian, tak ada pilihan. Kutuntaskan hariku dengan penuh rasa syukur tanpa keluhan.

Itulah kawan. Setiap saat pastilah konflik terus menghadang. Tak jarang kita harus berdamai dengan keadaan. Diawali dengan berdamai dengan diri sendiri. Yang kadang banyak keinginan, namun tak sesuai dengan kenyataan. Saat batin tidak seimbang , maka hari pun akan runyam. Sinergikan rasa, pikiran, dan tindakan. Damaikan jiwa untuk raih ketenangan. Damailah dalam setiap langkahmu. Karena damai itu diciptakan. Bukan serta-merta didapatkan. Dalam heningnya malam, aku jadikan pengalamanku sebuah renungan.

#damaidihati